UN RIWAYATMU KINI
Muhammad Syamsuddin
Pascasarjana IAIN Pekalongan
A. Pendahuluan
Memang benar bahwa ujian nasional (UN) telah
memunculkan kontroversi yang berkepanjangan yang masih meninggalkan sejumlah
persoalan dan petanyaan yang menarik
untuk dikaji. Mengapa muncul pro dan kontra?
- Mengapa muncul kelompok yang menolak keberadaan UN?
Telah muncul berbagai tanggapan dan pendapat yang
beragam dari berbagai kalangantentang UN yang dilansir oleh sejumlah media
masa. Di antara mereka ada yang secara tegas menolak keberadaan UN dalam bentuk
apapun dan mengantinya dengan ujian sekolah. Argumentasi yang dapat dikemukakan
sebagai penolakan UN antara lain:
a. Dilihat
dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 8
ayat 1: “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemampuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan”.
b. Karena
sifat ujiannya nasional, maka bidang kajian yang di UN-kan dianggap lebih penting
daripada pelajaran lain, sehingga sebagian besar upaya sekolah hanya ditujukan
untuk mengantarkan peserta didik mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi
UN hanya mencakup aspek intelektual, belum mampu mengukur seluruh aspek
pendidikan secara utuh. Dalam hal ini telah terjadi malpraktik dengan kesan penyempitan terhadap
makna dan hakekat pendidikan yang
utuh menjadi hanya menyangkut aspek kognitif untuk beberapa pelajaran yang
diujikan. Kecakapan motorik, sosial, emosional, moral atau budi pekerti, dan
aspek spiritual dianggap diabaikan.
c. Menurut
sebagian ahli tes, UN dalam keadaan
sekarang bertentangan dengan
kaidah pendidikan itu sendiri. Dalam kaidah pendidikan tes digunakan
untuk menjamin kualitas anak didik, bukan untuk menghukumnya. Sekarang ini UN
digunakan untuk menghukum anak didik yang telah belajar selama tiga tahun
tetapi tidak lulus dalam UN yang hanya dilaksanakan dalam beberapa menit
dan beberapa mata pelajaran. Padahal seharusnya pemerintah
introspeksi diri bahwa ketidaklulusan anak didik adalah cerminan dari
ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa.
Jangan kesalahan itu dibebankan kepada para siswa.
d. Kenyataannya
sekarang ini di lapangan, di sekolah-sekolah ada yang mulai berkiblat pada
bimbingan les. Para siswa lebih percaya pada bimbingan les daripada kepada guru
mereka sendiri, yang mengajar selama tiga tahun. Guru mata pelajaran yang di UN-kan
saja merasa terabaikan, bagaimana dengan guru mata pelajaran yang non-UN? Tidak
sedikit ada yang mendatangkan guru bimbingan belajar atau bentuk-bentuk
kersajama antara lembaga bimbingan belajar dengan sekolah. Ada yang berangapan
bahwa dunia pendidikan berkiblat pada UN, sehingga telah mengerdilkan makna
pendidikan. Menurut Ketua Komisi X DPR RI Heri Ahmadi (Pikiran Rakyat, 19
e. Belum
lagi tentang rendahnya mutu sekolah, efisiensi anggaran, belum memberikan jaminan
kualitas lulusan meningkat.
- Mengapa muncul kelompok yang mendukung keberadaan UN?
Namun tentu saja wajar kalau ada pula kelompok yang
mendukung untuk tetap dilaksanakannya UN. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan
alasan mengapa UN perlu tetap dipertahankan, antara lain:
a. Beberapa
pasal pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang terkait langsung
dengan kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan adalah pasal 35, pasal 57, pasal
58, dan pasal 59. Berdasarkan pasal-pasal dan ayat-ayatnya serta kaitannya satu
sama lain, maka dapat ditarik suatu pemahaman seperti berikut ini:
1) Terhadap
hasil belajar peserta didik perlu dilakukan evaluasi oleh pendidik dengan
tujuan utama untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan (pasal 58, ayat 1).
2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidikan, dan program
pendidikan untuk memantau
(pasal 35, ayat 3)
dan/atau menilai (pasal
58, ayat 2) pencapaian standar nasional pendidikan
(isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan evaluasi pendidikan) (pasal 35, ayat 1).
3) Evaluasi terhadap
peserta didik, satuan/lembaga pendidkan,
dan program pendidikan untuk memantau atau menilai
pencapaian standar nasional dilakukan oleh suatu lembaga mandiri (pasal 58,
ayat 2), dapat berupa badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu
pendidikan (pasal 35,
ayat 3) dan/atau lembaga yang diselenggarakan oleh masyarakat dan/atau
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi.
4) Pasal
35, 57, dan 58 mengamanatkan bahwa evaluasi perlu dilakukan untuk (a)
pengendalian mutu pendidikan secara nasional (pasal 57, ayat 1), dan (b)
memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau menilai (pasal 58, ayat 2) pencapaian
standar nasional pendidikan.
5) Pasal
59 berisi tentang lembaga yang harus melakukan evaluasi dan membentuk lembaga
evaluasi yang mandiri disertai beberapa spesifikai tentang apa dan siapa yang
dievaluasi, yaitu pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap
pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan (pasal 59, ayat 1).
Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri
untuk melakukan evaluasi sebagaimana ynag dimaksud dalam pasal 58 (pasal 59,
ayat 2).
- Tidak sedikit pula pendapat yang mendukung dilaksanakan UN terutama didasarkan pada argumentasi tentang pentingnya UN sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan pendorong atau motivator bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
- UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas pengelola dan penylenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat pada umumnya. Secara konseptual UN mampu menyediakan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang prestasi yang dicapai oleh setiap peserta didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi, dan prestasi nasional secara keseluruhan. Informasi ini dapat digunakan untuk membandingkan prestasi belajar antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Dalam konteks ini UN merupakan instrumen yang potensial untuk menyediakan informasi penting dalam menegakkan akuntabilitas.
B. Kesimpulan dan Rekomendasi
Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian
diskusi munculnya argumentasi pro dan kontra tentang UN, diantaranya:
- Ujian merupakan strategi yang umum digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan manakala sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara relatif terbatas. Oleh karena itu, ujian memegang peranan strategis di dalam sistem pendidikan di negara berkembang seperti Indonesia.
- Secara konseptual, ujian merupakan strategi evaluasi yang potensial untuk mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui (1) pengendalian mutu lulusan, dan (2) motivator atau pendorong bagi guru, siswa, dan penyelenggara pendidikan dalam meningkatkan upayanya secara optimal. Potensi tersebut belum sepenuhnya terwujud di dalam system persekolahan di Indonesia, kemungkinan berkaitan dengan (1) kurangnya balikan yang diterima siswa, guru, dan kepala sekolah, dan (2) sebagian kepala sekoah, guru, siswa, dan orang tua belum memiliki pemahaman dan keyakinan tentang pentingnya ujian untuk meningkatkan mutu pendidkan.
- Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 mengamanatkan sejumlah kegiatan evaluasi dan ujian yang polanya masih terbuka untuk didiskusikan. Pemerintah pusat melalui suatu badan standarisasi, penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan memegang peranan strategis untuk mengantarkan terealisasinya amanat tersebut.
Sejalan dengan kesimpulan diatas ada beberapa
rekomendasi yang berkaitan dengan munculnya pro dan kontra tentang UN, diantaranya:
- Selain penerapan ujian sebagai strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah juga secara bertahap perlu meningkatkan mutu sekolah melalui perbaikan sarana dan prasarana sekolah, peningkatan mutu dan distribusi guru, serta peningkatan kinerja guru dalam proses pembelajaran. (Bukan melalui sertifikasi dalam bentuk portofolio).
- Beberapa alternatif model evaluasi hasil belajar pada akhir satuan pendidikan atau UN adalah sebagai berikut:
a. Penyempurnaan
UN yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 sampai dengan 2015 dengan
menerapkannya oleh lembaga mandiri dengan beberapa perbaikan, antara lain
lingkup ujian dan batas kelulusannya disosialisasikan secara lebih dini. Selain
itu, balikan kepada siswa, guru, dan sekolah perlu dirancang secara lebih
rinci. Ujian kelulusan dan pemantauan standar nasional kompetensi lulusan perlu
diintegrasikan.
b. Pelaksanaan
UN seperti 2001-2006 dipandang masih perlu diterapkan, namun untuk satuan
pendidikan yang terakreditasi perlu diberi kewenangan untuk menentukan
kelulusan peserta didiknya dengan mempertimbangkan prestasi dan kepribadian
peserta didik yang telah dicatat oleh
sekolah dalam proses yang cukup panjang.
c. Sekolah
yang terakreditasi diberi kewenangan untuk menyelenggarakan ujian sendiri
dengan menggunakan standar kompetensi, kisi-kisi soal, dan prosedur baku dari
pusat. Dalam hal ini, pusat melalui badan standarisasi, penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan melakukan pemantauan ketercapaian standar nasional
kompetensi lulusan secara terpisah.
d. Walaupun manajemen
berbasis sekolah (MBS)
dalam konteks otonomi
daerah dan desentralisasi
pendidikan telah memberikan kewenangan penyelenggaraan pendidikan kepada
sekolah, tetapi bukan berarti seluruh peran pusat dihapuskan. Kepentingan
pendidikan nasional dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia bisa
dilakukan bukan dalam bentuk UN tetapi dalam bentuk penilaian yang bersifat
nasional.
e. Yang paling
penting sekarang adalah
bagaimana meningkatkan pemahaman
guru dan penyelenggara pendidikan
lainnya terhadap kurikulum, sehingga mereka bisa menjadikan kurikulum tersebut
sebagai acuan dalam pembelajaran. Jika kurikulum sudah dijadikan sebagai acuan
dalam pembelajaran, kemudian materi ujian dikembangkan dari kurikulum yang diberlakukan
dengan benar, maka tidak ada alasan untuk tidak menerima diberlakukannya UN.
Semua permasalahan sebagaimana diilustrasikan di atas akan bermuara pada
perlunya dibangun hubungan yang harmonis antara kurikulum dan guru sebagai
pengembang sekaligus pelaksananya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar