Rabu, 18 Januari 2017

UN RIWAYATMU KINI



UN RIWAYATMU KINI


Muhammad Syamsuddin
Pascasarjana IAIN Pekalongan 

A.    Pendahuluan
Memang benar bahwa ujian nasional (UN) telah memunculkan kontroversi yang berkepanjangan yang masih meninggalkan sejumlah persoalan dan petanyaan yang   menarik untuk dikaji. Mengapa muncul pro dan kontra?
  1. Mengapa muncul kelompok yang menolak keberadaan UN?
Telah muncul berbagai tanggapan dan pendapat yang beragam dari berbagai kalangantentang UN yang dilansir oleh sejumlah media masa. Di antara mereka ada yang secara tegas menolak keberadaan UN dalam bentuk apapun dan mengantinya dengan ujian sekolah. Argumentasi yang dapat dikemukakan sebagai penolakan UN antara lain:
a.       Dilihat dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 8 ayat 1: “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemampuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.
b.      Karena sifat ujiannya nasional, maka bidang kajian yang di UN-kan dianggap lebih penting daripada pelajaran lain, sehingga sebagian besar upaya sekolah hanya ditujukan untuk mengantarkan peserta didik mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi UN hanya mencakup aspek intelektual, belum mampu mengukur seluruh aspek pendidikan secara utuh. Dalam hal ini telah terjadi malpraktik  dengan kesan penyempitan  terhadap  makna  dan hakekat pendidikan yang utuh menjadi hanya menyangkut aspek kognitif untuk beberapa pelajaran yang diujikan. Kecakapan motorik, sosial, emosional, moral atau budi pekerti, dan aspek spiritual dianggap diabaikan.
c.       Menurut sebagian ahli tes, UN dalam keadaan  sekarang  bertentangan  dengan  kaidah pendidikan itu sendiri. Dalam kaidah pendidikan tes digunakan untuk menjamin kualitas anak didik, bukan untuk menghukumnya. Sekarang ini UN digunakan untuk menghukum anak didik yang telah belajar selama tiga tahun tetapi tidak lulus dalam UN yang hanya dilaksanakan  dalam  beberapa  menit  dan  beberapa mata  pelajaran. Padahal seharusnya pemerintah introspeksi diri bahwa ketidaklulusan anak didik adalah cerminan dari ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa. Jangan kesalahan itu dibebankan kepada para siswa.
d.      Kenyataannya sekarang ini di lapangan, di sekolah-sekolah ada yang mulai berkiblat pada bimbingan les. Para siswa lebih percaya pada bimbingan les daripada kepada guru mereka sendiri, yang mengajar selama tiga tahun. Guru mata pelajaran yang di UN-kan saja merasa terabaikan, bagaimana dengan guru mata pelajaran yang non-UN? Tidak sedikit ada yang mendatangkan guru bimbingan belajar atau bentuk-bentuk kersajama antara lembaga bimbingan belajar dengan sekolah. Ada yang berangapan bahwa dunia pendidikan berkiblat pada UN, sehingga telah mengerdilkan makna pendidikan. Menurut Ketua Komisi X DPR RI Heri Ahmadi (Pikiran Rakyat, 19
e.       Belum lagi tentang rendahnya mutu sekolah, efisiensi anggaran, belum memberikan jaminan kualitas lulusan meningkat.

  1. Mengapa muncul kelompok yang mendukung keberadaan UN?
Namun tentu saja wajar kalau ada pula kelompok yang mendukung untuk tetap dilaksanakannya UN. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan alasan mengapa UN perlu tetap dipertahankan, antara lain:
a.       Beberapa pasal pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang terkait langsung dengan kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan adalah pasal 35, pasal 57, pasal 58, dan pasal 59. Berdasarkan pasal-pasal dan ayat-ayatnya serta kaitannya satu sama lain, maka dapat ditarik suatu pemahaman seperti berikut ini:
1)      Terhadap hasil belajar peserta didik perlu dilakukan evaluasi oleh pendidik dengan tujuan utama untuk  memantau proses,  kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan (pasal 58, ayat 1).
2)      Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidikan, dan program pendidikan  untuk  memantau  (pasal  35, ayat  3)  dan/atau  menilai  (pasal  58,  ayat  2) pencapaian standar nasional pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan evaluasi pendidikan) (pasal 35, ayat 1).
3)      Evaluasi  terhadap  peserta  didik,  satuan/lembaga  pendidkan,  dan  program  pendidikan untuk memantau atau menilai pencapaian standar nasional dilakukan oleh suatu lembaga mandiri (pasal 58, ayat 2), dapat berupa badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan  (pasal  35,  ayat  3)  dan/atau lembaga  yang diselenggarakan oleh masyarakat dan/atau yang diselenggarakan oleh organisasi profesi.
4)      Pasal 35, 57, dan 58 mengamanatkan bahwa evaluasi perlu dilakukan untuk (a) pengendalian mutu pendidikan secara nasional (pasal 57, ayat 1), dan (b) memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau menilai (pasal 58, ayat 2) pencapaian standar nasional pendidikan.
5)      Pasal 59 berisi tentang lembaga yang harus melakukan evaluasi dan membentuk lembaga evaluasi yang mandiri disertai beberapa spesifikai tentang apa dan siapa yang dievaluasi, yaitu pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan (pasal 59, ayat 1). Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana ynag dimaksud dalam pasal 58 (pasal 59, ayat 2).
  1. Tidak sedikit pula pendapat yang mendukung dilaksanakan UN terutama didasarkan pada argumentasi tentang pentingnya UN sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan pendorong atau motivator bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
  2. UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas pengelola dan penylenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat pada umumnya. Secara konseptual UN mampu  menyediakan  informasi  yang  akurat  kepada  masyarakat tentang prestasi yang dicapai oleh setiap peserta didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi, dan prestasi nasional secara keseluruhan. Informasi ini dapat digunakan untuk membandingkan prestasi belajar antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Dalam konteks ini UN merupakan instrumen yang potensial untuk menyediakan informasi penting dalam menegakkan akuntabilitas.

B.     Kesimpulan dan Rekomendasi
Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian diskusi munculnya argumentasi pro dan kontra tentang UN, diantaranya:
  1. Ujian merupakan strategi yang umum digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan manakala sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara relatif terbatas. Oleh karena itu, ujian  memegang  peranan  strategis  di  dalam  sistem  pendidikan  di  negara  berkembang seperti Indonesia.
  2. Secara  konseptual, ujian  merupakan  strategi  evaluasi  yang potensial  untuk mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui (1) pengendalian mutu lulusan, dan (2) motivator atau pendorong bagi guru, siswa, dan penyelenggara pendidikan dalam meningkatkan upayanya secara optimal. Potensi tersebut belum sepenuhnya terwujud di dalam system persekolahan di Indonesia, kemungkinan berkaitan dengan (1) kurangnya balikan yang diterima siswa, guru, dan kepala sekolah, dan (2) sebagian kepala sekoah, guru, siswa, dan orang tua  belum  memiliki  pemahaman dan  keyakinan  tentang  pentingnya  ujian  untuk meningkatkan mutu pendidkan.
  3. Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 mengamanatkan sejumlah kegiatan evaluasi dan ujian yang polanya masih terbuka untuk didiskusikan. Pemerintah pusat melalui suatu badan standarisasi,  penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan memegang peranan strategis untuk mengantarkan terealisasinya amanat tersebut.

Sejalan dengan kesimpulan diatas ada beberapa rekomendasi yang berkaitan dengan munculnya pro dan kontra tentang UN, diantaranya:
  1. Selain penerapan ujian sebagai strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah  juga  secara  bertahap  perlu  meningkatkan  mutu  sekolah  melalui  perbaikan sarana dan prasarana sekolah, peningkatan mutu dan distribusi guru, serta peningkatan kinerja  guru  dalam  proses  pembelajaran.  (Bukan  melalui  sertifikasi  dalam  bentuk portofolio).
  2. Beberapa alternatif model evaluasi hasil belajar pada  akhir satuan pendidikan atau UN adalah sebagai berikut:
a.       Penyempurnaan UN yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 sampai dengan 2015 dengan menerapkannya oleh lembaga mandiri dengan beberapa perbaikan, antara lain lingkup ujian dan batas kelulusannya disosialisasikan secara lebih dini. Selain itu, balikan kepada siswa, guru, dan sekolah perlu dirancang secara lebih rinci. Ujian kelulusan dan pemantauan standar nasional kompetensi lulusan perlu diintegrasikan.
b.      Pelaksanaan UN seperti 2001-2006 dipandang masih perlu diterapkan, namun untuk satuan pendidikan yang terakreditasi perlu diberi kewenangan untuk menentukan kelulusan peserta didiknya dengan mempertimbangkan prestasi dan kepribadian peserta didik yang telah  dicatat oleh sekolah dalam proses yang cukup panjang.
c.       Sekolah yang terakreditasi diberi kewenangan untuk menyelenggarakan ujian sendiri dengan menggunakan standar kompetensi, kisi-kisi soal, dan prosedur baku dari pusat. Dalam hal ini, pusat melalui badan standarisasi, penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan melakukan pemantauan ketercapaian standar nasional kompetensi lulusan secara terpisah.
d.      Walaupun  manajemen  berbasis  sekolah  (MBS)  dalam  konteks  otonomi  daerah  dan desentralisasi pendidikan telah memberikan kewenangan penyelenggaraan pendidikan kepada sekolah, tetapi bukan berarti seluruh peran pusat dihapuskan. Kepentingan pendidikan nasional dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia bisa dilakukan bukan dalam bentuk UN tetapi dalam bentuk penilaian yang bersifat nasional.
e.       Yang  paling  penting  sekarang  adalah  bagaimana  meningkatkan  pemahaman  guru  dan penyelenggara pendidikan lainnya terhadap kurikulum, sehingga mereka bisa menjadikan kurikulum tersebut sebagai acuan dalam pembelajaran. Jika kurikulum sudah dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran, kemudian materi ujian dikembangkan dari kurikulum yang diberlakukan dengan benar, maka tidak ada alasan untuk tidak menerima diberlakukannya UN. Semua permasalahan sebagaimana diilustrasikan di atas akan bermuara pada perlunya dibangun hubungan yang harmonis antara kurikulum dan guru sebagai pengembang sekaligus pelaksananya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar