Selasa, 17 November 2015

SPIRITUALITAS DAN AKHLAK PADA ERA MODERN



SPIRITUALITAS DAN AKHLAK PADA ERA MODERN


Oleh
Muhammad Syamsuddin
Mahasiswa Pasca Sarjana STAIN Pekalongan 



PENDAHULUAN

Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, budaya dan polotik, mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem.
Berbicara masalah solusi, kini muncul kecenderungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual atau tasawuf. Tasawuf sebagai inti ajaran Islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang maha pencipta. Peluang dalam menangani problema ini semakin terbentang luas di era modern ini.
Makalah ini berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern, dengan perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan cenderung berorientasi pada materialistik, hedonistik, sekuleristik, dan rasionalistik dengan kemajuan IPTEK di segala bidang. Mereka semakin kehilangan visi keilahian. Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan abad kecemasan. Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri.
Masyarakat modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan hidup dalam keadaan sekuler. Bagi masyarakat kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di daerah-daerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala bidang. Sehingga kondisi tersebut memaksa tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat. Keadaan yang seperti itu menjadikan spiritualitas dan akhlak harus lebih berperan dalam menghadapi tantangan modernitas.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Spiritual dan Akhlak
1.      Pengertian Spiritual
Kata spiritual merupakan bentuk derivasi dari kata spirit. Dalam bahasa Inggris, spirit berarti a person’s mind atau person’s soul. Kemudian spiritual berarti human spirit atau human soul. Kata spiritualitas diturunkan dari kata spirituality, yang dimaknai sebagai kualitas manusia yang berhubungan dengan persoalan - persoalan spiritual.[1] Dalam bahasa Indonesia spiritual diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kejiwaan (rohani atau batin).
Spiritualitas dalam makna yang luas, merupakan hal yang berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia. Salah satu aspek menjadi spiritual adalah memiliki arah dan tujuan hidup, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan Allah.[2]
2.      Pengertian Akhlak
Sebagaimana disebutkan oleh M. Yatimin Abdullah, menurut bahasa (etimologi), akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam bahasa Yunani, pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan.
Sedangkan dari sudut istilah (terminologi), para ahli berbeda pendapat, namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat-pendapat ahli tersebut dihimpun sebagai berikut:
a)      Imam Al-Ghazali mengatakan akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]
b)      Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagai kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[4]
Jadi, pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisiatau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini, timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan,manusia, dan makhluk sekelilingnya.[5]
Adapun pengertian akhlak Islam dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat. Dengan demikian, akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.
Dengan kata lain, akhlak Islami adalah akhlak yang di samping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai universal itu.Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak danuniversal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati kedua orang tua dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi dimana orang yang menjabarkan nilai universal itu berada.
Bagi orang Jawa misalnya menghormati kedua orang tua dengan cara sungkem sambil menggelesor di lantai. Bagi orang Sunda, menghormati orang tua dengancara mencium tangannya. Dan, menurut orang Sumatera, menghormati keduaorang tua dengan cara memeliharanya hidup bersama dengan anaknya.Selanjutnya bagi orang Barat berbuat baik kepada kedua orang tua mungkindilakukan dengan memberikan berbagai fasilitas hidup dan sebagainya.[6]

B.     Pengertian Modern dan Masyarakat Modern
Kata modern berasal dari bahasa Inggris dengan kata yang sama. Kata ini aslinya berasal dari bahasa Latin, yaitu bentukan dari kata modo yang berarti cara,  dan ernus yang berarti masa kini. Zaman modern biasanya merujuk pada tahun-tahun setelah 1500 M.[7] Modern sendiri menurut KBBI adalah sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntunan zaman.[8]
Zaman modern ditandai dengan perkembangan pesat dibidang ilmu pengetahuan, politik, dan teknologi. Dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, seni modern, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya tak hanya mendominasai Eropa Barat dan Amerika Utara, namun juga hampir setiap jengkal daerah di dunia.[9]
Adapun pengertian masyarakat modern menurut Abuddin Nata adalah himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan dan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Artinya masyarakat tersebut memiliki kehidupan modern yang ditandai dengan kemajuan pesat dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta komunikasi dan transportasi. Kemajuan pesat tersebut dinamakan globalisasi. Globalisasi telah membawa perubahan terhadap perilaku kehidupan masyarakat, baik dibidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya.

C.    Spiritual dan Akhlak di Era Modern
Kebanyakan manusia lebih cenderung pada urusan dunia sehingga ia tidak begitu tergugah hatinya untuk menelusuri perjalanan rohani atau spiritual. Manusia merasa tidak membutuhkan sesuatu apapun selain materi karena ia merasa terpuaskan dengan kesenangan dunia yang sejatinya hanyalah akan memperbudak dirinya. Padahal, rohani manusia sangatlah jauh lebih fundamental dan tentu akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan yang jauh lebih tinggi dari kebahagiaan duniawi. Manusia yang cenderung pada dunia materi, tentu materi akan menutupi dirinya dari hakikat kebahagiaan sebenarnya.
Di zaman modern, dimana materi lebih sebagai orientasi dan pusat hidup yang utama, kejernihan hati pun telah mulai sirna. Oleh karena itu, hanya jalan spiritual yang sebagai jalan penjernihan hati yang mampu mengatasi budaya modern yang kian menjauh dari nilai-nilai agama. Untuk memberikan arahan manusia pada perjalanan spiritual, tentu sangat lazim bagi manusia untuk mengenal terlebih dahulu arti perjalanan spiritual itu sendiri.
Perjalanan spiritual adalah salah satu bagian dari tasawuf. Dalam pandangan tasawuf, manusia pesuluk adalah manusia yang dengan menapaki jalan-jalan spiritual. Ia kembali ke tempat asalnya dengan kedekatan kepada Allah serta mengabadikan dirinya dengan kebersamaan dengan Allah.
Untuk itu, mendekati Allah itu tidaklah mudah, manusia harus menyucikan dirinya dengan melepaskan roh dari kukungan materi. Banyak tahap-tahap perjalanan spiritual yang ditawarkan oleh kaum sufi dimana manusia yang hendak melakukan perjalanan spiritual haruslah mengikuti tahapan tersebut. Oleh karena itu, dalam prosesnya, haruslah dilakukan dibawah bimbingan seorang pembimbing spiritual yang benar-benar berpengalaman yang mungkin akrab dan sangat mengetahui prosedur perjalanan serta pernah melewati sendiri semua tahap dalam perjalanan tersebut. Dikatakan demikian, karena tanpa bimbingan seorang syaikh yang berpengalaman, sang salik bisa kehilangan jalan dan tersesat.
H. Abdul Muhaya berpendapat bahwa tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spiritual dengan beberapa sebab. Tasawuf secara psikologis, merupakan hasil dari berbagai perngalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menadi inovator dalam agama. Pengalaman keagamaan ini memberikan sugesti dan pemuasan (pemenuhan kebutuhan) yang luar biasa bagi pemeluk agama.[10]
Sementara itu, M. Amin Syukur mengatakan: Tasawuf merupakan wujud dari hadits Nabi saw tentang ihsan yakni, “Beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, namun apabila Anda tidak mampu, maka hendaknya diketahui bahwa Dia melihat kepada Anda.” Dengan landasan ihsan ini, selanjutnya tasawuf mengandung makna ibadah dengan penuh keikhlasan dan kekhusyukan, penuh ketundukan dengan cara yang baik. Dengan kata lain, menurut Annemarie Shcimmel, pelaksanaan ihsan atau tasawuf berarti “pembatinan” (interiorization) Islam.[11]
Dengan pembatinan itu berarti melaksanakan ajaran Islam secara sempurna. Sebab, seseorang harus merasakan setiap saat ia berada di hadapan Tuhan, dia harus selalu berlaku penuh hormat dan puja, jangan sampai terjerumus lagi ke dalam kelalaian dan tak pernah melupakan kehadiran Ilahi yang merengkuh segalanya. Maka ihsan atau tasawuf meliputi semua tingkah laku, baik tindakan lahiri maupun batini, dalam ibadah maupun mu’amalah. Sebab ihsan atau tasawuf adalah jiwa atau roh dari Iman dan Islam. Iman sebagai fondasi yang ada pada jiwa seseorang dari hasil perpaduan antara ilmu dan keyakinan.
Kaitannya dengan modernitas. Modernitas itu muaranya materialistik dan ujungnya lagi lebih ke sekuler. Akhirnya terjadi kontradiksi antara modernitas dengan sufisme itu. Masalahnya kehidupan ini tidak bisa menghindari modernitas. Karena perlu ada keterpaduan antara fungsi sufisme dan modernitas. Modernitas sesungguhnya tidak bertentangan dengan sufi, sebab manusia terdiri dari jiwa dan raga. Sufisme harus menjadi pembimbing modernitas. Sufi akan mengembalikan jiwa menguasai materi, bukan sebaliknya justru jiwa dikuasai oleh materi. Dan bagaimana memanusiakan nilai-nilai ketuhanan itu menyatu dalam diri manusia.
Selain itu, pada akhir abad kelima belas Masehi, Eropa mulai mengalami kebangkitan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ahli bangsa Eropa termasuk Itali mulai meningkatkan kegiatan dalam bidang filsafat Yunani, ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Kehidupan mereka yang semula terikat pada dogma Kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran. Segala sesuatu yang selama ini dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui hingga akhirnya mereka menerapkan pola bertindak dan berpikir secara liberal.
Diantara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah akhlak. Penentuan patokan baik buruk yang semula didasarkan paradogma gereja diganti dengan penentuan baik buruk berdasarkan pandangan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman empirik. Hal yang demikian pada gilirannya melahirkan apa yang disebut dengan etika dan moral yang berbasis pada pemikiran akal pikiran.
Pandangan baru terhadap akhlak tersebut pada tahap selanjutnya mampu  mengubah konsep-konsep akhlak termasuk dalam menilai sesuatu yang baik dan mulia. Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan pada perbaikan yang berkaitan dengan kehidupan para pemuda, wanita dan anak-anak dengan tujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang mandiri. Penyelidikan baru yang mereka lakukan itu berjasa bagi penentuan patokan mengenai hak dan kewajiban yang pada akhirnya melahirkan masyarakat yang bersifat individualistik, mandiri dan inovatif.
Banyak tokoh pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini. Mereka itu diantaranya adalah Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, John Stuart, MillKant dan Bertrand Russel. Pemikiran akhlak telah banyak mereka kemukakan dan tersebar dalam berbagai literatur mengenai etika, dan sebagian menjadi pedoman hidup masyarakat Barat dan Eropa hingga saat ini.[12]
Sebagai contoh pemikiran akhlak era modern, Bertrand Russel, menurutnya manusia bersifat materialistik, dan ia tidak lebih dari wujud benda. Dengan dasar ini, maka ia mengingkari adanya perbuatan yang ditujukan untuk kebaikan orang lain. Ia mengklaim bahwa perasaan mencintai orang lain adalah kebohongan semata. Karena mencintai orang lain tidak lebih sekadar dari basa-basi.
Menurut Russel, pada dasarnya setiap orang hanya menginginkan segala sesuatu untuk dirinya sendiri. Manusia tidak mungkin melakukan perbuatan untuk orang lain. Russel menolak adanya intuisi akhlaki dan keindahan esenial suatu perbuatan.Menurut Russel, manusia tidak mampu memahami keindahan dan keburukan pada perbuatan. Dia juga menolak keindahan dan keburukan roh. Menurutnya, manusia sama sekali tidak mempunyai akal atau roh murni.
Jika diamati secara seksama, tampak pandangan akhlaki yang dikemukakan Russel bercorak humanistik. Menurutnya, akhlak adalah senyawa dengan kelicikan dan pandangan jauh yang dilatarbelakangi oleh tujuan mencarikeuntungan. Semua madzhab akhlaki memandang bahwa mencari keuntungan berlawanan dengan akhlak, kecuali madzhab moral Russel. Menurutnya, akhlak harus diwujudkan dalam rangka mencari keuntungan, akan tetapi mencarikeuntungan secara licik dan dengan pandangan yang jauh. Manusia yang hendak memenuhi kepentingan individualitistiknya dengan pandangan jauh dan kelicikan,tindakannya itulah yang dinamakan akhlak.
Pandangan akhlak yang terdapat dalam pemikiran Barat tersebut tampak memperlihatkan coraknya yang amat sekuler, yakni memisahkan pandangan akhlak tersebut dari agama atau wahyu Tuhan. Pandangan akhlak yang dikemukakan para sarjana Barat itu sepenuhnya didasarkan pada pemikiran manusia semata-mata.[13]

D.    Problematika Spiritualitas dan Akhlak di Era Modern
Proses modernisasi, yang dijalankan oleh dunia barat sejak zaman renaissance, disamping membawa dampak positif, juga telah menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya, modernisasi telah membawa kemudahan-kemudahan dalam kehidupan manusia. Sementara dampak negatifnya, modernisasi telah menimbulkan krisis makna hidup, kehampaan spiritual dan tersingkirnya agama dalam kehidupan manusia.[14]
Manusia modern memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka menikmati dan mengekploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggungjawab apapun. Inilah yang menciptakan berbagai krisis dunia modern, tidak hanya krisisi dalam kehidupan spiritual tapi juga dalam kehidupan sosial sehari-hari.[15]
Problem paling akut yang dihadapi manusia modern, tidak muncul dari situasi pembangunan yang terbelakang, tapi justru dari pembangunan yang berlebihan. Manusia modern yang memberontak melawan Allah, telah menciptakan sebuah sains yang tidak berlandaskan cahaya Allah melainkan yang berdasarkan kekuatan akal (rasio) manusia semata untuk memperoleh data melalui indera.[16]
Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistik) memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistik) ingin menguasai semua aspek kehidupan (totaliteristik) hanya percaya pada rumus-rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia tampak lebih menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tangan mereka yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan teknologi modern memang sangat mengkhawatirkan. Mereka akan menjadi penyebab kerusakan di daratan dan di lautan sebagaimana di isyaratkan Al-Qur'an:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Al-Rum 30 : 41)
Dari sikap mental yang demikian itu kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut :
1.      Desintegrasi Ilmu Pengetahuan. Kehidupan moden antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2.      Pendangkalan iman. Lebih mengutamakan keyakinan kepada akal pikiran dari pada keyakinan religius. Pornografi dan budaya hidup liberal menyergap generasi muda.
3.      Kepribadian yang terpecah (Split personality). Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai spiritual dan berkotak-kotak itu, maka manusianya menjadi pribadi yang terpecah (split personality). Jika proses keilmuan yang berkembang itu tidak berada di bawah kendali agama, maka proses kehancuran pribadi manusia akan terns bedalan. Dengan berlangsungnya proses tersebut. Semua kekuatan yang lebih tinggi untuk mempertinggi derajat kehidupan manusia menjadi hilang, sehingga bukan hanya kehidupan kita yang mengalami kemerosotan tetapi jugs kecerdasan dan moral.
4.      Penyalahgunaan IPTEK. karena terlepas dari spriritualitas. Kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan menjajah bangsa lain menindas yang lemah. Seperti yang ada kawasan timur tengah, seperti Libya, Suriah, Palestina, Irak, dan lain sebagainya.
5.      Pola hubungan materialistik. Memilih pergaulan atau hubungan yang saling menguntungkan secara materi.
6.      Stress dan frustasi. Jika tujuan tidak tercapai, sering berputus asa bahkan tidak jarang yang depresi.

Dalam masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler, dan materialis, ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya. Berkaitan dengan itu, Sayyid Hussein Nasr menilai bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang telah kehilangan visi keilahian. Hal ini menimbulkan kehampaan spiritual, yang berakibat banyak dijumpai orng yang stres dan gelisah, akibat tidak mempunyai pegangan hidup.[17]

E.     Fungsi Spiritualitas Serta Penanaman Akhlak di Era Modern
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi problematika modern. Salah satu cara yang hampir disepakati secara bulat oleh para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Bertasawuf disini diartikan sebagai jalan atau proses untuk menuju pada ketenangan batin. Yaitu melalui jalan untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
Tujuan ajaran tasawuf sendiri adalah memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di dekat hadirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan dengan kontemplasi, melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan bersifat sementara.
Sikap dan pandangan sufistik ini sangat diperlukan oleh masyarkat modern yang mengalami jiwa yang terpecah sebagaimana disebutkan diatas. Dengan catatan, asalkan pandangan terhadap tujuan tasawuf tidak dilakukan secara ekslusif dan individual, melainkan merespon segala masalah yang diihadapi.
Kemampuan berhubungan dengan Tuhan ini dapat mengintegrasikan seluruh ilmu pengetahuan yang berserakan itu. Karena melalui tasawuf ini, seseorang di sadarkan bahwa sumber segala sesuatu, termasuk ilmu adalah Tuhan. Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan ini akan membuat seseorang untuk mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dia hadapi.
Demikian pula tarikat yang terdapat dalam tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqomah dan jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Ia selalu mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keadaan demikian menyebabkan ia tetap tabah dan tidak mudah terhempas oleh cobaan yang akan membelokkan ke jurang kehancuran. Dengan demikian, stress, putus asa dan lainya akan dapat dihindari.
Poin terakhir problematika masyarakat modern diatas adalah kehilangan masa depannya, merasa sunyi dan kehampaan jiwa di tengah laju dunia modern. Menanggapi hal itu dalam tasawuf diajarkan untuk ibadah, berdoa, dzikir, taubah dan lain-lainnya. Inilah yang memberikan harapan pada kehidupan yang lebih bermakna, kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat.
Itulah beberapa sumbangan positif dari akhlak tasawuf dalam rangka memecahkan atau memberikan solusi atas beberapa permasalahan yang terjadi dalam dunia modern. Akhlak tasawuf benar-benar menjadi alternatif terbaik yang mampu diterapkan dalam konsep kehidupan manusia. Maka sudah sewajarnya, kita bersama menyisipkan sedikit demi sedikit akhlak tasawuf dalam kehidupan kita agar segala sesuatu menjadi seimbang dan bermakna.


PENUTUP

KESIMPULAN
Spiritualitas merupakan bentuk kepribadian seseorang yang bersifat kerohaniahan. Sementara akhlak adalah penyempurna dari rangkaian kegiatan spiritualitas yang terdiri dari dua bentuk baik mahmudah maupun madzmumah.
Spiritualitas dan akhlak manusia yang terangkum dalam dunia tasawuf  sangat diperlukan untuk membentengi kehampaan dan bahaya di dalam dunia modern yang cenderung bersifat rasionalis, hedonis, dan materialis.


DAFTAR PUSTAKA

Syukur, M. Amin. 2012. Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf, (Jakarta : Erlangga, 2012)
________________. 2012. Tasawuf Kontekstual. Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: AMZAH
Al Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, bab Bayanu Haqiqoil Kholqi wa Su’i Al-kholqi, Juz 2
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
M. Pamungkas, Imam. 2012. Akhlak Muslim Modern. Bandung: Penerbit Marja
Nata, Abuddin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta, Raja Grafindo Persada
Nisa, Roisatun. 2009. Aspek Kecerdasan Spiritual dalam Perspektif Al-Qur’an Malang: UIN Malik Ibrahim
Toriquddin, Moh. 2012. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, Malang : UIN Malang Press




[1] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf, (Jakarta : Erlangga, 2012), hlm. 43.
[2] Roisatun Nisa, Aspek Kecerdasan Spiritual dalam Perspektif Al-Qur’an, (Malang: UIN Malik Ibrahim,  2009), hlm. 53-54.
[3] Al Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, bab Bayanu Haqiqoil Kholqi wa Su’i Al-kholqi, Juz 2, hlm. 253.
[4] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 137
[5] M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta, AMZAH, 2007) hlm. 2-4

[6] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 147-148.
[7] M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern, (Bandung: Penerbit Marja, 2012), hlm.115
[8] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa), hlm. 965
[9] M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern, hlm.115.
[10]  M. Amin Syukur,Tasawuf Kontekstual, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), hlm 38
[11]  M. Amin Syukur,Tasawuf Kontekstual, hlm.39
[12] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 81-82.
[13] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 86-88.
[14] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang : UIN-Malang Press, 2008),  hlm. 63-64.
[15] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, hlm. 64.
[16] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, hlm. 65.
[17] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang : UIN-Malang Press, 2008),  hlm. 226.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar