IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
KARAKTER DI MADRASAH IBTIDAIYAH NURUL HUDA RANGIMULYA KABUPATEN TEGAL
oleh
Muhammad Syamsuddin
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Pekalongan
Tahun 2016
- Pendahuluan
a. Latar
belakang masalah
Hidup tidak bisa lepas dari pendidikan, karena
manusia diciptakan bukan sekedar untuk hidup. Ada tujuan yang lebih mulia dari sekedar
hidup yang mesti diwujudkan, dan itu memerlukan ilmu yang diperoleh lewat
pendidikan. Inilah salah satu perbedaan antara manusia dengan makhluk lain,
yang membuatnya lebih unggul
dan lebih mulia.
Pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi mendatang adalah aspek pendidikan.
Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan
bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan. Pendidikan dalam
maknanya yang luas senantiasa menstimulir, menyertai dan membimbing
perubahan-perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia.
Di tinjau dari sudut pandang pendidikan Islam,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Mushtafa al-Maraghiy bahwa strategi
pelaksanaan pendidikan dirumuskan pada dua bagian. Pertama, tarbiyat khalqiyat, yaitu penciptaan, pembinaan
dan pengembangan jasmani peserta
didik agar dapat dijadikan sebagai sarana bagi perkembangan jiwanya. Kedua, tarbiyat
diniyat tahzibiyat, yaitu pembinaan
jiwa dan kesempurnaannya melalui petunjuk wahyu Ilahi.[1]
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa antara manusia
dan pendidikan tidak bias dipisahkan karena dengan proses pendidikanlah manusia
senantiasa akan mampu menumbuhkembangkan segenap potensinya. Pada dasarnya
manusia adalah merupakan mahluk yang memiliki banyak kesamaan dengan mahluk
lainnya, seperti gharizah (insting) dan hasrat atau keinginan untuk
berkembang secara naluri
akan tetapi yang
membedakan antara keduanya
terletak pada dimensi pengetahuan,
kesadaran dan tingkah laku. Hal
itulah yang memberikan keunggulan pada manusia dengan mahluk lain.[2]
Sebagaimana pandangan
Ibnu Sina tentang tujuan diselenggarakannya pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yangdimiliki oleh seseorang kearah
perkembangannya yang sempurna.[3]
Selain itu, pendidikan harus diarahkan pada upaya mempersiapkan peserta
didik agar dapat hidup di
masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang
dipilihnya sesuai dengan bakat,
kesiapan, kecendrungan dan potensi yang
dimilikinya.[4]
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba bahwa, pendidikan
adalah merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama.[5] Dalam
definisi tersebut, terlihat dengan jelas bahwa secara umum yang dituju oleh
kegiatan pendidikan adalah terbentuknya kepribadian yang
utama. Oleh karena
itu untuk mewujutkan
kepribadian tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan tidak hanya ditujukan memberikan atau mentransfer ilmu pengetahuan serta membekali siswa dengan
segenap skill untuk menunjang kehidupan
mereka akan tetapi pendidikan juga harus dirumuskan untuk mengembangkan fitrah
yang menjadi sifat dasar bagi manusia.
Pendidikan
merupakan upaya yang
terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi
individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri,
bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat
dari aspek jasmani maupun ruhani. Manusia yang berakhlak mulia, yang
memiliki moralitas tinggi sangat
dituntut untuk dibentuk atau dibangun. Bangsa Indonesia tidak hanya sekedar
memancarkan kemilau pentingnya
pendidikan, melainkan bagaimana bangsa Indonesia mampu merealisasikan
konsep pendidikan dengan cara pembinaan, pelatihan dan pemberdayaan
SDM Indonesia secara
berkelanjutan dan merata.
Ini sejalan dengan Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah“ agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Agar tujuan pendidikan diatas tercapai dan terwujud,
maka pelaksanaan pendidikan baik
formal maupun non formal, harus menyentuh ketiga ranah tersebut diatas yaitu kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Akan tetapi bila dilihat dari realita yang
ada saat ini, bagaimana pelaksanaan pendidikan
disetiap satuan lembaga
pendidikan.Fakta mengatakan bahwa saat ini hampir semua lembanga
pendidikan yang ada baik negri maupun
swasta berlomba-lomba membekali siswa siswinya
dengan ilmu pengetahuan dan skill
dalam arti kemampuan dalam bekerja sehingga siswa mampu
bersaing dan mempertahankan hidupnya.
Sedangkan pembentukan watak, karakter atau ahlak
nyaris hampir tidak diperhatikan dan inilah
pendidikan yang selama ini terlupakan, padahal karakter
inilah yang menentukan pada arah
masa depan yang lebih cerah. Suatu bangsa akan mengalami keterpurukan disebabkan karena tidak memiliki karakter
yang baik. hal itulah yang mengakibatkan bangsa ini terpuruk dan tidak
keluar dari krisis multi dimensi.[6]
Dekadensi moral yang dialami oleh generasi bangsa
ini juga menunjukkan bahwa
pelaksanaan pendidikan yang
selama ini diselenggaran kurang menyentuh pada pembentukan karakter siswa. Hal itu ditandai dengan
maraknya pergaulan bebas antar pemuda dan pemudi, maraknya sek bebas tauran
antar pemuda. Oleh karena itu, membetuk karakter adalah merupakan hal yang
paling penting. Mengingat begitu pentingnya karakter dalam membangun sumber
daya manusia (SDM) yang kuat, maka perlunya
pendidikan karakter yang
dilakukan dengan tepat, dapat dikatakan bahwa
pembentukan kaakter tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu diperlukan kepedulian dari berbagai pihak,
baik pemerintah, masyarakat, keluarga maupun sekolah.
Dengan demikian, pendidikan karakter harus menyertai
semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan Idialnya pembentukan atau
pendidikan karakter diintegrasikan keseluruh
aspek kehidupan, termasuk lembaga
pemdidikan. Alasan-alasan di atas
menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan
sedini mungkin untuk
mengantisipasi persoalan di
masa depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan
kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab,
rendahnya kepercayaan diri,
dan lain-lain.
Lickona menggagas pandangan bahwa pendidikan
karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang untuk memahami, peduli,
dan bertindak atas nilai-nilai etika/moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat
yang membantu orang hidup dan bekerja
bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat, dan bangsa.
Sebenarnya untuk membangun karakter seorang anak
mestinya dimulai dari lingkungan keluarga dalam arti bahwa keluarga mempunyai
peranan besar dalam membentuk karakter anak tanpa mengecualikan lingkungan
sekolah dan sosial, sekolah dan lingkungan sosial juga ikut andil dalam membentuk karakter anak. Selain
itu lembaga pendidikan khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang
strategis untuk membentuk karakter. Hal itu dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap
dan perilakunya mencerminkan karakter yang baik dan kuat. Kemudian sekolah
merupakan tempat yang didalamnya terdapat kegiatan yang terencana untuk
menumbuh kembangkan potensi anak serta mentransfer ilmu pengetahuan.
Adapun yang menjadi alasan peneliti mengambil objek
penelitian di MI Nurul Huda Rangimulya karena beberapa tahun terakhir ini
lembaga tersebut telah mengimplementasikan pendidikan karakter (character
education) yang dirumuskan untuk
membekali siswa agar
menjadi pribadi- pribadi yang
tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan, intlegensi dan skill akan tetapi sekolah
berupaya membentuk karakter siswa dengan berbagai pendekatan. Oleh karena
itulah peneliti sangat tertarik untuk mengetahui implemetasi sistem pendidikan
karakter yang dilaksanakan di MI Nurul Huda Rangimulya.
b. Rumusan
masalah
1) Bagaimana
hakikat pendidikan karakter di MI Nurul Huda Rangimulya?
2) Bagaimana implementasi sistem
pendidikan karakter dalam
proses pembelajaran di MI Nurul Huda Rangimulya?
- Penemuan Teori Terdahulu
Furqon Hidayatullah mengungkapkan bahwa karakter
kaitannya dengan moral, etika, budi pekerti, yang berarti kekuatan mental atau
sesuatu yang membedakan individu dengan yang lainnya. Akan tetapi tidak dijeskan
strategi pembentukan pembentukan karakter dan tidak menjelaskan tentang
prinsip pembentukan karakter.
Di sebutkan bahwa
pada dasarnya semua manusia
memiliki karakter bawaan
yang menjadi watak bagi setiap individu
akan tetapi bukan
berarti karakter itu
tidak bisa dibentuk, mengingat
begitu pentingnya sumberdaya
manusia (SDM) yang memiliki karakter
yang unggul maka perlu diselenggarankan pendidikan karakter karena salah satu
syarat untuk membangun bangsa yang ungggul maka bangsa tersebut harus memiliki
SDM yang unggul pula.
Selain itu, disebutkan pula bahwa pendidikan
karakter dapat dimasukkan pada proses pembelajaran tiap mata pelajaran.
Selainnya itu, buku tersebut hanya menjelaskan beberapa karakter-karakter anak
yang harus dikembangkan
melalui keteladanan, pembiasaan, pemahaman dan
penanaman nilai yang
luhur kepada anak
buku tersebut tidak menjelaskan
tentang strategi serta
prinsip-prinsip pelaksaan
pendidikan karakter. Oleh karena
itu dalam penelitian ini
penulis akan menjelaskan
hal-hal yang tidak
dijelaskan dalam buku
tersebut yang memiliki
hubungan dengan pelaksanaan
pendidikan karakter.[7]
Abdullah
Munir mengungkapkan bahwa
karakter berarti ukiran, sifat
utama dari ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang di ukir artinya bahwa
karakter adalah sesuatu yang melekat pada diri individu yang bisa dirubah dan
tidak bisa dibuang, untuk membangun pribadi yang berkarakter kuat, intisari
dari buku tersebut menjelaskan bahwa
karakter adalah merupakan
sesuatu yang bisa
dirubah, dan sekolah dipandang
sebagai tempat yang paling tepat untuk membangun karakter anak sehingga sangat
diperlukan pendidikan karakter. untuk
membangun pribadi yang berkarakter kuat,
yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan tetapi juga memiliki kekuatan untuk
menjalankan sesuatu yang dipandangnya
benar dan mampu
membuat orang lain memberikan dukungan
terhadap apa yang
dijalankannya.[8]
- Analisis
Adapun proses pelaksanaan pendidikan karakter di MI
Nurul Huda Rangimulya. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Saiful
Azhar, kepala sekolah MI Nurul Huda Rangimulya, mengatakan
bahwa sebenarnya pendidikan
karakter sudah dimulai dalam lingkungan keluarga. Karena lingkungan itulah anak
pertamakali mendapatkan pendidikan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa
pelaksanaan pendidikan karakter di MI Nurul Huda Rangimulya pada dasarnya telah
dimuali ketika anak sudah terdaftar sebagai siswa.[9]
Pelaksanaan
pendidikan karakter di MI Nurul
Huda Rangimulya pada dasarnya telah dimulai semenjak adanya kegiatan proses
belajar mengajar akan tetapi baru diformalisasikan menjadi pendidikan karakter pad tahun 2013. Proses
pelaksanaan pendidikan karakter di MI Nurul Huda Rangimulya secara garis besar
dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1) Melalui
Mata Pelajaran
Pendidikan
karakter dapat diintegrasikan
dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada
setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter
tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
2) Kegiatan
Ekstrakurikuler
Pelaksanaan pendidikan karakter di MI Nurul Huda
Rangimulya. Di samping melalui mata
pelajaran yang, juga
dilaksanakan melalui
kegiatan ekstrakurikuler dan
pengembangan diri. Seperti
belajar menjadi pengusaha (wirausaha). Untuk itu sekolah mengadakan
kegiatan, kegiatan tersebut layaknya seperti pasar sekolah, akan tetapi dalam
acara tersebut tidak semua siswa yang diperbolehkan menjadi penjual, dalam kegiatan itu, sekolah
telah menentukan kelas yang akan menjadi penjual.
Dalam
kegiatan itu, semua siswa dari kelas yang telah ditunjuk mempersiapkan barang
yang dijual disekolah,
mereka membawa barang dagangan
dari rumah masing-masing, dalam kegiatan itu anak tampak senang.[10]
Kegiatan tersebut, sebagaimana
yang disamapaikan oleh Shalehuddin, bahwa kegiatan tersebut
memiliki beberapa tujuan sepeti melatih mental anak, kesabaranya, kejujurannya,
dan sikapnya dalam memperlakukan orang lain.[11]
A. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Membentuk dan merubah karakter seseorang tidaklah
mudah sebagaiman yang diperkirakan. Oleh
karena itu, dalam
membentuk karakter dibutuh sebuah
proses yang lama,
pelaksanaan pendidikan karakter
dalam proses di MI Nurul Huda Rangimulya dilakukan dengan berbagai macam pendekatan,
cara ataupun metode sebagai berikut:
1) Keteladanan
Keteladanan
adalah merupakan sifat
dan sikap mulia
yang dimiliki oleh individu yang layak dicontoh dijadikan figur,
keteladanan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik karakter
siswa. Keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akan menjadi cermin
siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang suka dan terbiasa membaca,
disiplin, ramah akan
menjadi teladan yang
baik bagi siswanya,
demikian
juga sebaliknya.[12] Faktor keteladanan
ini pula yang
menjadi pendukung keberhasilan
guru dalam mengajar. Yaitu guru bukan hanya menguasai dengan baik
berbagai macam materi
pengajaran dan cara penyampaiannya, tetapi juga dibarengi dengan budi pekerti
mulia dan
keteladanan
yang tinggi.[13]
Dari penjelasan tersebut menunjukkan bahwa keteladan
lebih mengedepankan aspek perilaku dalam bentuk tindakan yang nyata dari pada
sekedar berbicara tanpa aksi. Apalagi didukung oleh suasana yang memungkinkan
anak melakukan kearah hal itu. Pada suatu hari ketika peneliti melakukan
observasi, tatkala tiba waktu shalat, seluruh kegiatan dihentikan oleh guru, dan semua guru bergegas
berangkat menuju mesjid, tak satu
gurupun yang santai dan tidak menghiraukan seruan untuk sholat. Dan pada saat
yang bersamaan siswapun bergegas menuju masjid untuk menunaikan shalat
berjamaah tanpa harus diperintah.[14]
Inilah salah satu keteladan guru-guru MI Nurul Huda Rangimulya, yang secara
tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan
karakter siswa.
2) Pembiasaan
Ada sebuah ungkapan “Orang biasa karena biasa” atau
dalam ungkapan lain: Pertama-tama kita membentuk kebiasaan, kemudian kebiasaan
itu akan membentuk kita. Terbentuknya karakter siswa memerlukan proses yang
lama dan perlu dilakukan secara
kontinu (terus-menerus). Oleh
karena itu, seorang guru harus
memiliki komotmen dan kesabaran untuk menerapkan pembiasaan
itu. Pelaksanaan pendidikan karakter
tidak cukup dengan hanya diajarkan
melalui mata pelajaran di kelas tetapi sekolah juga harus melalui
pembiasaan.[15]
Strategi ini pula yang telah dijalan di MI Nurul
Huda Rangimulya. Dengan demikian, peserta
didik mendapat pendidikan karakter,
sejak anak sudah terdaftar sebagai siswa MI Nurul Huda Rangimulya. Kegiatan
pembiasaan yang diberlakukan guru
terhadap siswa MI Nurul Huda Rangimulya misalnya, ketika
mereka datang kesekolah, mereka dibiasakan salam dan senyum pada teman sebaya.[16]
Di sisi lain terdapat pula kegiatan yang
dilakukan oleh guru. Yaitu penyambutan terhadap
kedatangan siswa ketika tiba
disekolah, peserta didik dibiasan
dengan salam dan
salaman kepada guru
yang telah dijadwalkan untuk menyambut kedatangan murid.
3) Pendekatan
kedisiplinan
Kedisiplinan
adalah suatu kondisi yang tercipta
dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kestiaan, keteraturan dan ketertiban.
Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk
menjaga kondisi suasana belajar mengajar berjalan dengan lancar, tetapi juga
untuk membentuk karakter bagi setiap siswa.[17]
Selain itu, banyak strategi lain yang dugunakan oleh
guru untuk membentuk karakter peserta
didik. Upaya untuk
membentuk pribadi
yang utuh harus
mencakup aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik secara
terintegratif, hal ini merupakan tanggung
jawb bersama antara pihak sekolah dan keluarga. Program-program pendidikan,
utamanya menyangkut
penanaman sikap dan perilaku yang baik
dan islami pada anak didik perlu
dipantau secara terpadu
oleh pihak sekolah
dan orang tua, sehingga
kesinambungan control
terhadap anak akan dapat dilakukan secara
optimal.[18]
Oleh karena itu, melakukan kerja sama dengan orang
tua merupakan faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter.
Lilik Puspasari mengatakan hubungan antara sekolah, siswa, dan keluarga dengan
istilah pendekatan “Segi Tiga Bermuda”. Yaitu strategi yang menghubungkan
anatara sekolah, siswa, dan keluarga, strategi
ini telah diformalkan dalam proses pembentukan karakter
siswa.[19]
Membangun kerjasama dengan orang tua.
Pendidikan karakter tidak juga
hanya terbatas di sekolah
namun yang terpenting
juga di dalam sebuah keluarga. Pihak
sekolah dapat membantu mengarahkan pendidikan
karakter pada anak melalui orang tua seperti memberikan pekerjaan rumah yang
dapat dikerjakan bersama orang tua dan mengikutsertakan orang tua dalam menilai
perkembangan moral anaknya.
Agar kerjasama sekolah dengan orang tua berjalan
efektif, maka dibutuhkan sarana sebagai salah satu perangkat pendidikan
karakter. Perangkat tersebut berupa buku penghubung dengan tujuan:
a) Memberikan
informasi timbal balik antara pihak orang tua dengan sekolah/guru mengenai
sikap dan perilaku yang perlu ditanamkan pada anak.
b) Terjalinnya kerjasama efektif antara orang tua dan
sekolah dalam membentuk sikap dan perilaku yang baik dan islami pada anak.
Buku
penghubung tersebut dimaksudkan untuk memudahkan kotrol dan komunikasi antara
guru dan orang tua sama-sama aktif berhubungan melalui buku penghubung, dengan
cara:
a) Setiap
menjelang pulang dari sekolah, guru memberikan
informasi kepada orang tua tentang kegiatan siswa selama di sekolah dan
tuga yang harus dikerjakan siswa di rumah melalui buku penghubung
b) Untuk mengetahui
kegiatan siswa selama
di sekolah dengan memeriksa buku penghubung. Tanda
tangan orang sebagai petunjuk bahwa orang tua telah memeriksa buku penghubung
tersebut
c) Setiap pagi
ketika masuk kelas,
semua siswa langsung mengumpulkan buku penghubungnya
diatas meja guru. Dan guru dap[at memeriksa kembali tanggapan atau informasi
dari orang tua
d) Setiap
hari orang tua mengimformasikan ke sekolah tentang aktifitas anak selama
dirumah dengan mengisi table aktifitas dirumah, yaitu ya atau tidak.
Di samping
itu, pelaksanaan pendidikan karakter
di MI Nurul Huda Rangimulya juga diterapkan melalui Biliving pagi
yaitu sebuah pemantauan terhadap kegiatan siswa selama 24 jam. Baik
ketika disekolah maupun ketika
anak bersama orang tua, kegiatan tersebut dilaksanakan selama 10 menit setiap
hari menjelang masuk kelas. Adapun pemantauan tersebut dilakukan untuk
mengetahui akhlak dan ibadah siswa.
4) Pembinaan
Siswa
Pembinaan
kepribadian siswa dilakukan
dengan kegiatan harian yang dilaksanakan setiap hari menjelang masuk kelas, kegiatan tersebut dikenal dengan istilah “Budaya
Seolah”.[20] Budaya
sekolah tersebut antara lain:
a) Penyambutan
pagi
Penyambutan pagi ini adalah merupakan bentuk
kegiatan yang dilaksanakan setiap hari,
dalam kegiatan itu
kedantangan anak kesekolah
disambut atau diterima dengan penuh kehangatan oleh oleh beberapa guru
yang sudah dijadwalkan
sekolah secara bergantian untuk menyambut kedangan anak
disekolah sedangkan guru yang lain melakukan
kegiatan yang disebut dengan
halaqoh, dengan demikian anak akan merasa dihargai
dan disayangi, anak akan
merasa bahwa kedangannya disekolah sudah
ditunggu sehingga anak merasa senang diperlakukan bagai tamu kehormatan
b) Berbakti
kepada orang tua
Anjuran untuk
berbakti kepada orang tua selalu
disampaikan didalam kelas, di
samping itu, dalam
bentuk tindakan yang
nyata, ketika anak datang disekolah sebelum masuk kelas anak dibiasakan
dengan bersalaman dengan orang tua
c) Membangun
kesadaran sholat
Sholat adalah merupakan rukun islam kedua yang wajib
bagi seorang muslim untuk melaksanakannya, kemudian
pengaruh sholat didalam kehidupan seorang
muslim. Oleh karena
itu, MI Nurul Huda Rangimulya
berupaya untuk membangun kesadaran sholat terdap siswa-siswinya.[21]
Untuk itu, ketika waktu sholat tiba, maka seluruh aktivitas sekolah dihentikan dan kemudian
dilanjudkan setelah melaksanakan
sholat secara berjamaah.[22]
d) Santun
kepada sesama
Santun kepada sesama adalah sikap yang lemah lembut
penuh kasih kepada orang lain. Agar siswa memiliki sikap yang santun, maka
siswa dibiasakan dengan budaya salam, senyum, dan sapa baik pada sesama teman,
guru dan orang tua.[23]
e) Jum’at
bersih
Jum’at bersih ini dilakukan satu minggu sekali, hal
itu dilakukan untuk membangun jiwa kepekaan jiwa siswa terhadap kebersihan
lingkungan dan kekompakan siswa dalam bekerja.
B. Analasis Data
Pelaksanaan pendidikan
karakter pada anak usia dini (jenjang Sekolah Dasar), merupakan sebuah upaya
untuk menumbuh kembangkan sisi positif karakter/watak yang ada dalam
diri masing-masing anak, serta untuk membentengi anak dari pengaruh lingkungan yang akan
menyebabkan anak memiliki karakter
negatif (akhlak tercela).
Adapun faktor
yang melatar belakangi
pelaksanaan pendidikan karakter
di MI Nurul Huda Rangimulya, secara garis besar pelaksanaannya dilatar belakangi
oleh multikrisis yang menimpa bangsa Indonesia yang menyebabkan penderitaan
yang tak kunjung sirna. Multikrisis yang peneliti maksudkan
disini adalah krisis moral,
pertama. Moral para pemimpin bangsa, hal itu ditandai dengan maraknya korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan demi kekayaan.
Kedua. Moral generasi muda,
dekadensi moral generasi muda ini ditandai dengan maraknya pergaulan bebas,
pesta sek dikalangan pemuda, dan tauran antar pemuda. Oleh karena itu, agar
bangsa ini mampu
keluar dari krisis
tersebut, maka pelaksanaan pendidikan karakter pada anak usia dini
menjadi sangat urgen.
Adapun proses
pelaksanaan pendidikan karakter di MI Nurul Huda Rangimulya di laksanakan
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran, pengembangan budaya siswa
disekolah, dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan
keseharian dirumah dan ditengah-tengah masyarakat, lingkungan dimana anak
berintraksi antar satu sama lain. Adapun
penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kegiatan
Pembelajaran
Penerapan pendidikan karakter dalam proses
pembelajaran harus menggunakan
strategi pembelajaran yang
tepat. Strategi yang
tepat adalah yang menggunakan
strategi pendekatan konstektual. Alasan
penggunaan strategi konstektual adalah bahwa strategi tersebut dapat
mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata.
Dengan dapat menganjak
menghubungkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata,
berarti siswa diharapkan
dapat mencari hubungan
antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan-penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil
konprehesif tidak hanya pada tataran
kognitif (pola pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, karsa),
serta psikomotor (olahraga)
2) Pengembangan
Budaya Sekolah dan Pusat kegiatan Belajar
Pengembangan
budaya dan pusat
kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu
kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan
pengkondisian. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Kegiatan rutin
Kegiatan
rutin merupakan kegiatan
yang rutin atau
sering dilakukan setiap saat.
Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara
terus menerus dan
konsisten setiap saat
dengan tujuan melatih siswa. Beberapa
contoh kegiatan rutin antara lain. Kegiatan upacara hari senin, upacara besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, sholat berjama’ah,
berbaris ketika masuk kelas, berdoa’a sebelum pembelajaran dimulai dan
diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, dan teman-teman.
b) Kegiatan
spontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan
insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih
dahulu. Contoh: kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada
teman yang tertimpa musibah atau sumbangan untuk mayarakat ketika terjadi
bencana.
c) Keteladanan
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap
menjadi contoh merupakan perilaku sikap guru dan tenaga pendidik dan siswa
dalam memberikan contoh yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi siswa yang lain. Contoh kegiatan ini, misalnya. Guru menjadi contoh pribadi-pribadi yang bersih,
rapi, ramah, dan supel.
d) Pengkondisian
Pengkondisian
berkaitan dengan upaya
sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun non fisik demi
terciptanya suasana pendukung terlaksanannya pendidikan karakter. Kegiatan menata
lingkungan fisik misalnya adalah:
mengkondisikan toilet yang bersih,
tempat sampah, halaman yang hijau
dengan pepohonan, dan poster kata-kata bijak yang dipajang dilorong sekolah dan
didalam kelas. Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya:
mengelola konflik antar
guru supaya tidak menjurus pada
perpecahan, atau bahkan menghilangkan konfliok tersebut.
e) Kegiatan
ko kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler
Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan
diluar jam pelajaran. Meskipun diluar kegiatan pembelajaran, guru juga dapat
mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian, tetap diperlukan
perencanaan dan evaluasi yang baik atau merefitalisasi kegiatan-kegiatan ko dan
ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter pada
siswa.
f) Kegiatan
keseharian di rumah dan masyarakat
Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan
karakter yang ada disekolah, rumah, dan masyarakat, merupakan partner penting
suksesnya pelaksanaan pendidikan karakter
di sekolah. Pelaksanaan
pendidikan karakter sebaik apapun,
kalau tidak didukung oleh
lingkungan keluarga dan masyarakat akan
sia-sia. Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan
antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan
masyarakat.
4. Penutup
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas, terkait dengan hakekat pelaksanaan
pendidikan karakter di MI Nurul Huda
Rangimulya, dapat disimpulkan bahwa:
Pada hakekatnya pendidikan karakter di MI Nurul Huda
Rangimulya, adalah merupakan sebuah
upaya untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan (habituation) tentang mana hal yang
baik sehingga peserta didik menjadi paham
(kognitif), mampu merasakan
(afektif) nilai-nilai yang
baik dan bisa melakukannya
(psikomotor).
Implememtasi pendidikan karakter
MI Nurul Huda Rangimulya, dilaksasanakan dengan cara: (a). menanamkan
nilai-nilai moral dapat diintegrasikan
kedalam proses pembelajaran, (b). Pendekatan pembelajaran. seperti
keteladanan, kedisiplinan, dan pembiasaan (c). Di samping itu, pelaksanaan pendidikan
karakter dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk mulai dari
kanak-kanak. Usia ini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter
seseorang. Oleh karena itu
pembentukan karakter terbaik
pada anak menjadi
hal yang sangat penting karena anak merupakan generasi
penerus yang akan melanjutkan eksistensi
bangsa. Di samping
itu, krisis moral
yang menimpa bangsa Indonesia
juga menjadi dasar pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter.
5. Daftar Pustaka
al-Maraghiy, Mushtafa.tanpa tahun. Tafsir
al-Maraghiy. Bairut: Dar al-Fikr
Eko Susanto. Disiplin Penting dalam Proses Pendidikan,
dalam http://www, k2eko2009.co.id
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter
Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka
Marimba, Ahmad. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam. Bandung: al-Ma’arif
Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran
Pendidikan Islam, Bandung: Triganda Karya
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta:
Pedagogia
Nata, Abuddin. 2000. Pemikiran Para Tokoh
Pendidiakan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan
Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Renika Cipta
[1] Mushtafa al-Maraghiy, Tafsir
al-Maraghiy (Bairut: Dar al-Fikr, tt), juz I, 30.
[2] Muhaimin dan Mujib Abdul, Pemikiran
Pendidikan Islam (Bandung: Triganda Karya 1993), h.62
[3] Ibid
[4] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh
Pendidiakan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h.67
[5] Ahmad Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1962), h.45
[6] H.A.R Tilaar, Standarisasi
Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: Renika Cipta, 2006),
h. 131
[7] Furqon HIdayatullah, Pendidikan
Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 20
[8] Abdullah Munir, Pendidikan
Karakter, (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), h. 56
[9] Syaiful Azhar, Wawancara
Pribadi, tanggal 14 Desember 2016
[10] Inventaris Madrasah Ibtidaiyah
Nurul Huda Rangimulya
[11] Shalehuddin, Wawancara Pribadi,
tanggal 14 Desember 2016
[12] A Moh Nur Yahya, Wawancara
Pribadi, tanggal 14 Desember 2016
[13] Syaiful Azhar, Wawancara
Pribadi, tanggal 14 Desember 2016
[14] Observasi, Sabtu 12, Juni 2011.
[15] Lilik Puspasari, Wawancara
Pribadi, tanggal 14 Desember 2016
[16] Observasi awal
[17] Eko Susanto, Disiplin Penting
dalam Proses Pendidikan, dalam http://www, k2eko. Co,cc.2009
[18] Iventaris Madrasah Ibtidaiyah
Nurul Huda Rangimulya
[19] Lilik Puspasari, Wawancara
Pribadi, tanggal 14 Desember 2016
[20] Observasi
[21] Observasi
[22] Observasi
[23] Syaiful Azhar, Wawancara
Pribadi, tanggal 14 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar